PNS Dibalik Nikmatnya Fasilitas Negara Dari Hasil Ijazah Palsu
Ilustrasi - Foto: Google |
Kita tidak boleh pilih kasih menyikapinya, karena baik beras maupun ijazah, apabila palsu, tentu akan membawa kesengsaraan bagi orang banyak. Nyawa dan kualitas hidup anak bangsa adalah taruhannya.
Seperti virus, gelombang kekhawatiran soal ijazah palsu ini pun merembet ke berbagai sektor. Pada sektor pendidikan, pihak sekolah secara gencar menagih verifikasi ijazah para guru untuk menjamin tidak ada pegawainya yang mengajar bermodalkan ijazah palsu.
Sementara itu, di lingkup pemerintahan, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) direpotkan dengan tuntutan yang sama, kecuali dirinya rela dicabut jabatannya atau dipecat secara tidak hormat.
Lalu, bagaimana dengan harapan untuk memperbaiki tatanan pemerintahan yang benar-benar bersih dari ijazah palsu?. Tentu banyak yang mengutuk aksi pemalsuan ini, tetapi tidak sedikit yang mau berendah hati, mengajak orang lain untuk merefleksikan ‘bencana akademis’ini.
Tragedi ijazah palsu sebenarnya bukan ‘lagu’ baru, melainkan tragedi lama yang sudah menjadi bisnis dalam dunia pendidikan. Para calo meminta uang pelicin sebanyak puluhan juta sampai ratusan juta untuk memuluskan datangnya ijazah palsu dan bisa didapatkan dengan cara-cara instan.
Kasus yang santer diberitakan bukan lagi sekadar persoalan pelanggaran hukum, melainkan sudah mencederai hakikat pendidikan di Indonesia yang sedang membangun karakter.
Seperti yang pernah diberitakan di Simeulue, sebelumnya beberapa bulan yang lalu diberitakan bahwa ada puluhan bahkan ratusan orang yang berada di lingkungan pemerintahan yang terindikasi menggunakan ijazah palsu, namun angka itu semakin mengecil hingga mencapai belasan orang.
Apalagi di kalangan orang-orang yang berlindung di balik ijazah palsu yang telah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) turut menikmati gaji dan fasilitas yang diberikan negara dari hasil penipuan yang berkedok ijazah palsu tersebut.
Namun hingga kini belum ada titik terang terhadap persoalan itu, sehingga menjadikan sebuah keresahan di kalangan masyarakat.
Memang jika dilihat bukan hanya di Simeulue ada orang-orang yang menjabat sebagai PNS menggunakan ijazah palsu, namun mungkin ada di berbagai daerah lainnya yang memang belum “panas” seperti di Simeulue.
Seharunya pemerintah yang memiliki kewenangan dalam menangani kasus ijazah palsu tidak tebang pilih, melainkan harus rata membersihkan sistem birokrasi dan dunia pendidikan dari ijazah palsu.
Bila dilihat ternyata, kasus ijazah palsu sudah banyak beredar dengan gamblang di berbagai situs di internet. Dunia perguruan tinggi, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta mempunyai kedudukan yang amat penting dan strategis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka, PTN dan PTS harus bebas dari kejahatan akademik seperti jual beli ijazah karena memproduk ijazah palsu. Terlebih lagi PTN dan PTS yang bernaung di bawah Kementerian Agama RI.
Oleh karena itu, patut diberi apresiasi dan dukungan moral kepada Kementerian Ristekdikti RI dan Kementeriaan Agama RI yang berusaha membasmi ijazah palsu.
Setidaknya terdapat 5 (lima) alasan yang mendasari pentingnya pembersihan ijazah palsu yang penting diberikan dukungan oleh publik.
Pertama, PTN dan PTS sebagai institusi yang mempersiapkan dan memproduk calon pemimpin bangsa di semua strata politik, pemerintahan dan sosial harus bersih dari berbagai kejahatan akademik seperti ijazah palsu.
Kedua, Indonesia di masa depan, sangat ditentukan dunia pendidikan, PTN dan PTS. yang menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing di pentas nasional dan global.
Ketiga, kekuatan PTN dan PTS terletak pada trust (kepercayaan). Untuk menghadirkan kepercayaan publik, maka tidak boleh ada jual beli ijazah apalagi ijazah palsu karena akan menghasilkan sumber daya manusia dari PTN dan PTS yang tidak berkaulitas.
Keempat, PTN dan PTS menghadapi persaingan yang amat keras ditingkat nasional dan global. Maka untuk bisa bertahan hidup dan maju, sangat ditentukan kualitas PTN dan PTS yang bersangkutan yang diukur dari kualitas lulusannya.
Kelima, suka tidak suka dan mau tidak mau PTN dan PTS harus menjaga citra di tengah-tengah masyarakat karena pemakai produk PTN dan PTS adalah masyarakat. Bukan hanya itu, tetapi yang membiayai PTN dan terlebih-lebih PTS adalah masyarakat yang diperoleh dari pembayaran mahasiswa sebelum dan ketika mengikuti kuliah.
Asas menghalalkan segala cara itu jelas menjadikan pendidikan hanya sebagai permainan saja karena bukan lagi mengangkat harkat dan martabat manusia, melainkan mengangkat derajat keuangan yang berkuasa dalam menentukan status manusia.
Pendidikan kita bukanlah pasar. Tragedi jual beli ijazah saja sudah terlarang, apalagi itu ijazah palsu alias abal-abal. Komersialisasi atau praktik jual beli ijazah palsu benar-benar telah merusak tatanan pendidikan kita.
Bukan itu saja, jual beli ijazah palsu juga merusak mental masyarakat Indonesia. Praktik demikian itulah yang merusak karakter bangsa sehingga bangsa ini selalu dihinggapi berbagai keraguan dan kepalsuan dalam tingkah laku berbangsa dan bernegara.
Prinsip nirlaba mestinya menjadi ruh dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sehingga diharapkan bisa mencegah terjadinya praktik komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan.
Prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan menekankan bahwa kegiatan pendidikan tujuan utamanya tidak mencari laba, tetapi sepenuhnya untuk kegiatan meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
Peraturan perundang-undangan dalam sistem pendidikan nasional mestinya dapat mengatur bahwa segala kekayaan dan pendapatan dalam pengelolaan pendidikan lembaga pendidikan dan satuan pendidikan dilakukan secara mandiri, transparan, dan akuntabel, serta digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran, pelaksanaan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat bagi satuan pendidikan tinggi, dan peningkatan pelayanan pendidikan.
Sumber : Rubernews.com