Fasilitas PRPM Simeulue dan Jembatan Merah Bantuan KKP RI Telantar
Kompleks PRPM bantuan KKP RI di Kabupaten Simeulue yang tidak terawat dan telantar. | Foto: Ahmad/habadaily.com |
Fasilitas yang selesai dibangun tahun 2016 lalu itu diperkirakan menghabiskan anggaran sekitar Rp. 2.5 miliar. Pihak KKP RI telah menyerahkan aset tersebut kepada pihak Pemerintah Kabupaten Simeulue melalui DKP setempat, pada 31 Mei 2016 lalu.
"Benar, aset PRPM itu sudah diserahkan KKP RI kepada kita tahun 2016 lalu dan saat ini telah kita percayakan untuk dikelola oleh salah satu kelompok masyarakat Desa Labuhan Bakti, karena kebetulan aset itu berada di desa mereka," kata Kadis DKP Simeulue, Ibrahim kutipan habadaily.com, Kamis 01 Jini 2017.
Aset itu memiliki daya tarik dan bisa menjadi pusat kunjungan wisata, terutama pada jembatan warna merah dengan panjang 400 meter yang menebus rawa dan hutan bakau.
Hingga saat ini, Ibrahim mengaku belum pernah menerima laporan perkembangan dan kemajuan hasil pengolahan aset tersebut dari kelompok masyarakat setempat. Justru saat ini kondisi aset PRPM tidak terawat. Ada juga bagian yang dibiarkan hilang dan patah setelah dihantam gelombang laut pasang.
Hal senada juga dibenarkan Ferry, Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Teupah Selatan yang dihubungi media, Kamis 01 Juni 2017 di kutip dari habadaily.com. "Benar, setelah selesai dibangun PRPM itu, sampai saat ini, kami juga tidak ada laporan apapun baik itu dari DKP maupun kelompok sebagai pengelolah," katanya.
Kelompok Lestari Mangrove dari Desa Labuhan Bakti, saat diberikan wewenang untuk mengelola penuh aset itu, pihak Pemkab Simeulue maupun DKP setempat memberikan wewenang tidak dalam bentuk dokumen resmi, hanya melalui lisan.
Sehingga kelompok masyarakat itu tidak dapat berbuat banyak. Hal itu dijelaskan Andi Efendi, Ketua Kelompok Lestari Mangrove Desa Labuhan Bakti, Kecamatan Teupah Selatan, kepada awak media Kamis 01 Juni 2017 di kutip dari habadaily.com.
"Hanya disampaikan secara lisan bukan secara resmi dalam bentuk surat, sebagai dasar atau payung hukum kekuatan kami untuk maksimal bekerja dan mengawasi aset negara itu," katanya.
Kelompok Lestari Mangrove kesulitan saat berusaha menjaga dan mengawasi aset itu. Kegiatan penjagaan dan pengawasan hanya berlangsung kurang dari dua bulan, disebabkan mereka tidak punya tanda bukti resmi sebagai pengelola.
"Saat menerapkan sistem retribusi masuk dan larangan berbuat mesum, kami dapat komplain dari pengunjung yang minta bukti resmi sebagai pengelola," ujar Andi. Hal itu kelompok masyarakat memilih tidak beraktifitas lagi sambil menunggu legalitas sebagai dasar payung hukum dari DKP Kabupaten Simeulue.
Disisi lain sebut Andi Efendi, di lokasi aset yang megah itu, tidak memiliki lampu penerang, sehingga rawan menjadi lokasi mesum bagi non muhrim.
Sedangkan sejumlah sumber-sumber yang dihimpun habadaily.com dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), ada keterlambatan pihak KKP RI menyerahkan surat serah terima aset, sehingga pihak DKP Simeulue tidak dapat melakukan kontrak kerjasama maupun MoU dengan kelompok masyarakat untuk mengelola aset PRPM.
"Surat serah terima asset baru diterima kemarin dari KKP RI, itupun dikirim secara foto visual lalu di kirim ke WA (WhatsApp) saya, dan ini sudah ada acuan untuk MoU dengan kelompok masyarakat disana," kata sumber yang meminta namanya tidak ditulis. Menurutnya, KKP RI mengirim foto itu setelah pihak DKP mendesak.
Amatan Habadaily.com di lokasi PRPM yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI itu, dua fasilitas bangunan induk untuk ruang belajar, kantor dan perpustakaan termasuk satu unit pos penjagaan, sudah ditumbuhi rumput liar.
Sedangkan jembatan sepanjang 400 meter yang awalnya tidak dibenarkan ada kenderaan roda dua untuk naik keatas jembatan, kini telah bebas lalu lalang dan hilir mudik diatas jembatan. Di atas jembatan juga dipenuhi sampah.
Jalan menuju lokasi PRPM tidak terawat, masih dalam bentuk pengerasan badan jalan. Papan nama "PRPM SIMEULUE" yang terbuat dari besi juga sudah hilang.
Sumber: Habadaily.com